Pada
tahun 1971 surat kabar New York Post menulis kisah nyata tentang
seorang pria yang hidup di sebuah kota kecil di White Oak, Georgia,
Amerika. Pria ini menikahi seorang wanita yang cantik dan baik,
sayangnya dia tidak pernah menghargai istrinya. Dia tidak menjadi
seorang suami dan ayah yang baik. Dia sering pulang malam- malam dalam
keadaan mabuk, lalu memukuli anak dan isterinya.
Satu malam dia memutuskan untuk mengadu nasib ke kota besar, New
York. Dia mencuri uang tabungan isterinya, lalu dia naik bis menuju ke
utara, ke kota besar, ke kehidupan yang baru. Bersama-sama beberapa
temannya dia memulai bisnis baru. Untuk beberapa saat dia menikmati
hidupnya. Sex, gambling, drug. Dia menikmati semuanya.
Bulan berlalu. Tahun berlalu. Bisnisnya gagal, dan ia mulai
kekurangan uang. Lalu dia mulai terlibat dalam perbuatan kriminal. Ia
menulis cek palsu dan menggunakannya untuk menipu uang orang. Akhirnya
pada suatu saat naas, dia tertangkap. Polisi menjebloskannya ke dalam
penjara, dan pengadilan menghukum dia tiga tahun penjara.
Menjelang akhir masa penjaranya, dia mulai merindukan rumahnya. Dia
merindukan istrinya. Dia rindu keluarganya. Akhirnya dia memutuskan
untuk menulis surat kepada istrinya, untuk menceritakan betapa
menyesalnya dia. Bahwa dia masih mencintai isteri dan anak-anaknya. Dia
berharap dia masih boleh kembali. Namun dia juga mengerti bahwa mungkin
sekarang sudah terlambat, oleh karena itu ia mengakhiri suratnya dengan
menulis, "Sayang, engkau tidak perlu menunggu aku. Namun jika engkau
masih ada perasaan padaku, maukah kau nyatakan? Jika kau masih mau aku
kembali padamu, ikatkanlah sehelai pita kuning bagiku, pada satu-satunya
pohon beringin yang berada di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak
menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku akan tahu dan
mengerti. Aku tidak akan turun dari bis, dan akan terus menuju Miami.
Dan aku berjanji aku tidak akan pernah lagi menganggu engkau dan
anak-anak seumur hidupku."
Akhirnya hari pelepasannya tiba. Dia sangat gelisah. Dia tidak
menerima surat balasan dari isterinya. Dia tidak tahu apakah isterinya
menerima suratnya atau sekalipun dia membaca suratnya, apakah dia mau
mengampuninya? Dia naik bis menuju Miami, Florida, yang melewati kampung
halamannya, White Oak. Dia sangat sangat gugup. Seisi bis mendengar
ceritanya, dan mereka meminta kepada sopir bus itu, "Tolong, pas lewat
White Oak, jalan pelan- pelan...kita mesti lihat apa yang akan
terjadi..."