Cynthia Marilyn Sitompul

Minggu, 27 September 2015

Mengapa untuk mencintai membutuhkan rasa sakit yang luar biasa?

Malam ini turun hujan..
Aku sedang ditemani oleh alunan biola Yesterday-The Beatles yang kumainkan sendiri.
Saat ini aku sedang berjuang sama seperti orang di luar sana yang sedang berteduh untuk menemukan cara pulang.
Aku harap aku selalu diberkati dengan kesempatan yang banyak untuk selalu bertumbuh baik fisik, maupun yang tersembunyi di dalamnya.

Baru-baru ini aku patah hati (lucu jika aku tidak menceritakan hal ini sebab aku memberi judul yang demikian)
Tapi bukan itu.. Tuhan begitu menjaga hatiku yang rapuh ini sehingga tanganku begitu lincahnya mengetik judul yang sedikit kacau itu.
Sebelumnya, aku ingin bercerita bahwa konon ada seorang bidadari cantik yang memiliki 999 sayap. Setiap kali sayapnya patah, hujan akan turun dengan derasnya. Orang-orang yang hidup di jaman itu akan segera mengetahui hal itu ketika melihat hujan turun.

Lalu apa yang terjadi dengan sayap yang patah itu?

 Sayap itu tidak bisa pulih kembali, mati dan gugur.
Bidadari itu memasuki kondisi senyawa dengan alamnya sehingga ia tahu bahwa 'hujan berkepanjangan' ini akan berakhir ketika sayapnya perlahan-lahan gugur dan tinggal tersisa dua sayap saja.

Begitulah ia menjalani hidup. Terbang. Patah. Hujan dan seterusnya.
Tak bisa dipungkiri, dia sedih dengan kondisi itu, sebab tidak sedikit rasa sakit yang harus ditanggungnya ketika sayapnya patah.
Tapi, ketika melihat hujan lebih bermanfaat bagi alam sekitarnya, ia pun rela.
Pernah suatu ketika, musim panjang berkepanjangan terjadi.
Orang-orang sangat sedih sebab tanah mereka gersang dan mata air mereka kering.
Tangisan itu terdengar oleh bidadari yang cantik itu.
Ia pun dengan sengaja mematahkan sayapnya.. demi kehidupan orang banyak.

Suatu ketika, sayapnya tinggallah 3.
Ntah harus sedih atau senang, tapi dia menerimanya dengan hati yang terbuka.
Namun, kondisinya semakin memburuk, tubuhnya mengecil, cahaya wajahnya meredup.
Tidak secantik ketika ia masih memiliki 999 sayap.

Pada saat itu, ada seorang Pria tampan sedang berburu di hutan. Ia membidikkan panahnya dan anak panahnya tersebut tidak sengaja tertancap pada sayap bidadari itu. Sayapnya terluka, mati dan gugur kembali. Ketika itu tangisnya pecah dengan kerasnya, sebab sakitnya begitu luar biasa. Hujan turun dengan derasnya dan tanpa henti.
Mendengar teriakan yang menyayat hati tersebut, Pria tersebut segera mencari arah datangnya suara dan mendapati bidadari itu.
Tidak terlihat cantik, begitu kurus dan pucat.
Pria itu menggendongnya dan merawatnya di pondok terdekat.
Berulang kali ia meminta maaf kepada bidadari itu, bidadari yang ia ketahui sebagai pembawa hujan di negerinya.
Tapi, bidadari tersebut tidak menyahut. Ia tertidur dengan lelapnya. Ntah itu tertidur atau apa. Entahlah. Pria tersebut mencari tabib.
Tabib pun memeriksanya dan mengatakan bahwa ia belum mati.
Tabib itu berpesan agar pria itu menjaga dan terus merawatnya seperti orang yang masih memiliki nyawa.
"Setiap seratus hari, panggillah aku kembali! Hujan tidak akan berhenti ketika ia masih tertidur. Marilah kita memohon kepada Sang Pemilik Segala agar masa ini segera berlalu, agar ia segera terbangun." tambah tabib itu.

Pria itu pun merawat bidadari itu, memberinya air dan ramuan-ramuan agar ia pulih secepatnya. Masyarakat di negeri itu secara bergantian mengunjungi dan memberikan bantuan kepada Pria itu. Tapi, bidadari itu tidak kunjung bangun dari tidur lelapnya.
Hingga tiba hari ke-100, Pria itu memanggil tabib untuk memeriksa keadaan bidadari itu.
Tabib pun memeriksanya, dan masih mengatakan hal yang sama.

Pondok kehilangan pengunjungnya.
Hujan yang tak kunjung reda membuat masyarakat enggan meninggalkan rumah.
Mereka menatap langit dari kaca.
Berharap sang bidadari segera terbangun dari tidurnya.
Meski hujan selalu turun dan mereka tidak bisa bekerja, tapi selalu ada roti di meja makan mereka sesuai kebutuhan di masing-masing rumah.
Mereka mensyukuri keajaiban itu dan terus mendoakan bidadari itu.
Begitulah terus sampai hari ke-900, tabib itu datang lagi.

Ia memeriksanya. Berkali-kali. Mengompresnya dan memberikan ramuan kepada bidadari itu. "Beberapa hari lagi ia akan bangun. Kau janganlah putus asa. Rawatlah ia dengan sebaik-baiknya. Jantungnya mulai berdetak tidak karuan, langit mulai cerah. Ia pasti akan bangun!"
Ada harapan.
Pria tersebut berdoa kepada Sang Pemilik Segala agar ia bisa menebus kesalahannya.
Ia begitu senang dan memberikan tabib itu imbalan yang lebih banyak dari biasanya.

Satu hari setelah 900 hari.. Tubuhnya memerah..Tidak pucat lagi..

Dua hari setelah 900 hari.. Pipi dan bibirnya kembali merona..

Tiga hari setelah 900 hari.. Tangannya mulai bergerak..

Empat hari setelah 900 hari..Suhu tubuhnya panas tinggi..
"Apa ini?" jerit Pria itu dalam hati ketika tubuh bidadari itu panas tinggi.

Lima hari setelah 900 hari.. suhu tubuhnya kembali normal
"Terima kasih Sang Pencipta", ungkapnya dalam hati.

Enam hari setelah setelah 900 hari ..Dia mengigau tidak jelas..
"Hei hei.. kau sudah bangun?", tanya Pria itu.
Lima menit.. Satu jam..
"Belum ya..", ucapnya lirih.

Tujuh hari setelah 900 hari.. Langit kembali cerah.. Tidak ada satupun tetes hujan turun dari langit.. "Sang Pencipta, inikah harinya?", tanyanya sambil menatap langit yang tidak ada batasnya.
Tapi bidadari itu belum juga terbangun dari tidurnya.

Delapan hari setelah 900 hari .. Pondok itu dipenuhi oleh masyarakat di negeri itu.
Mereka menatap langit yang begitu cerah dan menyangka bahwa bidadari telah bangun dari tidurnya.
Meski ia sudah kembali cantik seperti dulu, tapi bidadari itu masih saja tertidur.
Mereka pun pulang kembali ke rumah masing-masing dengan kecewa.

Sembilan hari setelah 900 hari..
"Hei kau, bangunlah.."

Pria itu terbangun.. ia mendengar suara seorang wanita.. Ia melihat bidadari itu..
Namun ia masih tidur dan terlihat begitu cantik dari hari-hari sebelumnya.
Pria itu pun mendatanginya..
"Kau sudah bangun?"
Tidak ada sahutan lagi.
"Hei bangunlah..Tolong bangunlah.."
Tidak ada sahutan lagi.
"Aku mohon bangunlah."

"Aku di sini..", terdengar suara dari belakang Pria itu.

"Kau siapa? Kau dimana?" tanya Pria itu.

"Aku bidadari yang kau rawat itu."

"Tapi kau masih tertidur dan tidak bergerak sama sekali. Apa maksudmu?" tanya Pria itu.

"Aku telah mati."

Seketika itu menangislah Pria itu dengan kencangnya.
Ia memohon maaf telah membunuhnya dan mendatangkan duka bagi alam sekitarnya.

"Jangan menangis.. Aku sudah memaafkanmu.. Dunia juga tidak membencimu.."

"Aku mohon hiduplah kembali.. Aku sudah menunggu 999 hari untuk melihatmu kembali." ucap pria itu.

"Terima kasih telah merawatku. Aku tidak pernah merasakan kasih sayang yang lebih dari ini. Tapi aku tidak bisa hidup kembali. Mulai sekarang, kehidupan di sini akan baik-baik saja. Langit tidak akan menangis ketika aku berduka. Hujan akan turun sesuai masanya dan berhenti sesuai keinginannya. Pelangi juga tidak akan lupa menyapa kalian."

"Hiduplah sekali lagi. Wahai Sang Pemilik Segala, Engkau mengetahui usahaku, Engkau mengetahui hujan di hatiku. Engkau juga mengetahui ketulusan hatiku.. Aku mohon ampunilah aku. Berikanlah hidup kepada bidadari ini." doanya sambil menangis.

"Mengapa kau mendoakan agar aku hidup kembali?"

"Aku mendapatkan ragamu tapi tak pernah benar-benar mengetahuimu. Aku hanya tau kau si bidadari pembawa hujan dan aku menyakiti bidadari itu. Aku ingin hidup bersamamu. Maafkan aku." ujar pria itu.

"Kenapa kau ingin hidup bersamaku? Aku bukanlah dari bangsa manusia. Aku bidadari yang memiliki sayap. Aku harus terbang dan melihat banyak hal di dunia ini."

"Aku melihatmu dalam mimpiku setiap hari.. sejak aku masih kecil. Aku tidak punya siapa-siapa sejak kecil. Kehidupanku hanyalah hutan ini. Dan aku bertemu denganmu di hutan ini."

"Apakah kau benar-benar melihatku?"

"Ya.. wajahmu nyata dalam mimpiku."

"Maafkan aku. Tapi sudah tiba waktunya. Tolong antar tubuhku ke tempat di mana anak panahmu mengenai sayapku."

"Apakah kau akan benar-benar meninggalkan aku?"

 "Aku mohon antarkanlah aku. Terima kasih telah merawatku."

Pria itu pun menurut dan membawa raga bidadari itu kembali ke hutan. Ia meletakkannya di kaki pohon yang besar.
"Tunggu sebentar ya, aku ingin mengambilkan bunga untukmu."
Tidak ada balasan.
Pria itu pun pergi.
Dia mencari bunga.
Langit baru cerah selama dua hari, tidak ada bunga di manapun.
Dia pun kembali menuju pohon besar tersebut.
Setibanya ia di sana, ia mendapati dua tangkai mawar putih di tempat ia membaringkan sang bidadari.
Pria itu pun mengambil dua tangkai mawar tersebut. Ia berduka.
"Kau telah pergi ya.."

 "Aku di sini.."

"Aku tidak percaya padamu. Bidadari ini telah mati sejak 999 hari yang lalu."

"Lihatlah aku. Aku kembali. Aku di atas sini."

Seketika itu juga terdengar bunyi kepakan sayap dari atas pohon.
Bidadari cantik itu turun ke bawah.

"Kau benar-benar kembali.. Terima kasih.." ucap Pria itu masih tak percaya.

"Sang Pemilik Segala mengabulkan doamu. Berterima kasihlah kepadaNya."

"Terima kasih Penciptaku. Engkau begitu memberkati hidupku." "Ini bunga untukmu." tambah Pria itu.

"Haha.. Kau bercanda.. Itu bunga untukmu..Aku ingin mengucapkan terima kasih kepadamu.. Kepada tabib dan kepada seluruh orang di negeri ini. Terima kasih telah merawatku. Terima kasih telah mendoakan aku. Terima kasih telah menungguku. Terima kasih telah mencintaiku meski untuk mencintai membutuhkan rasa sakit yang luar biasa."

Seketika itu juga bermekaran mawar putih di negeri itu, mawar yang selalu tumbuh sepanjang tahun, tanpa mengingat musim dan tanpa membedakan pemetiknya.
Hujan juga turun sesuai masanya dan berhenti sesuai keinginannya.
Pria itu menikah dan menghabiskan seluruh hidupnya bersama sang bidadari.


Welcome Interpreter ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar